20 Juni 2015. Kira-kira hari
kedua puasa di tahun 2015. Seperti biasa, saya tidur pukul 21.00. Pukul 02.00
mamah memanggil nama saya, saya pun terbangun dan bergegas ke bawah. Kebetulan kamar
saya di atas dan kamar orangtua saya di bawah. Saya menuruni anak tangga lalu
saya dapati pintu kamar ayah dan mamah sudah terbuka. Mamah sedang mengusap
punggung ayah. Ayah menangis. Saya pun bingung. Tidak lama, pembantu dan dua
adik saya bangun juga.
Mamah membuka obat lalu
disuruhnya ayah meminum obat itu. Mamah pun langsung bilang kepada saya untuk
membawa ayah ke rumah sakit. Saya diajak mamah untuk ikut. Saya pun bergegas
langsung ganti baju, tidak lupa cuci muka dan gosok gigi terlebih dahulu.
Kira-kira pukul 02.10 kami pun
pergi, hanya saya ayah dan mamah. Posisinya mamah yang menyetir, karena saya
belum bisa. Ayah pun duduk di depan mendampingi mamah. Posisi duduk saya di
belakang. Mamah membawa mobil dengan kecepatan yang cukup tinggi, kisaran 70-80
km/jam. Tidak butuh waktu lama untuk sampai ke Rumah Sakit Pertamedika Sentul. Kali
pertama saya kesana. Saya baru tau ada rumah sakit di Sentul.
Saat memasuki gerbang rumah
sakit, mamah langsung memberhentikan mobilnya di UGD. Ditanya oleh satpam dan
ayah pun langsung dibawa masuk ke ruang UGD. Mamah mendampingi ayah bersama
saya. Mobil pun diparkirkan oleh satpam.
Ayah diperiksa terlebih dahulu
oleh dokter jaga di UGD. Saya hanya duduk di tempat tidur pasien yang kosong. Mamah
terus mendampingi ayah. Saya melihat ayah terus menerus. Ayah hanya bisa pasrah
dengan tatapan yang sedih. Lalu suster pun tensi tekanan darah ayah, tensinya
cukup tinggi yaitu 220/170. Ayah pun dipasang alat khusus untuk memonitor
tekanan darah, jadi nanti monitornya akan mengecek tensi ayah setiap 5-10 menit
sekali.
Tidak lama dokter jaga pun menghampiri
mamah dan menyuruh mamah untuk mengobrol dengannya. Diketahui saat diperiksa
tadi, diagnosa awal ayah terkena stroke dan untuk mengetahui lebih dalam dan
separah apa stroke nya kami pun harus segera melakukan berbagai pengecekan yang
mendukung, seperti CT SCAN, X-Ray dll nya saya lupa apa saja yang saya ingat
hanya itu.
Ayah pun dipasang berbagai macam
alat ditubuhya. Infusan, oksigen, dan beberapa kabel yang saya tidak paham itu
apa maksudnya. Mamah tetap setia mendampingi. Saya melihat mamah begitu lelah. Karena
saat itu sedang bulan puasa, kami pun dikejar waktu untuk sahur. Jam sudah
menunjukan pukul 03.00. Ayah pun segera di bawa ruangan khusus untuk CT-SCAN,
kami hanya menunggu diluar dan tidak boleh masuk. Peralatan ayah yang berbau
besi harus dilepas, jam tangan, cincin juga.
Kami menunggu diluar dengan
harap-harap cemas. Tidak begitu lama saat ayah di periksa. Sekitar pukul 04.00
ayah sudah dibawa ke ruang UGD lagi. Dokter pun menyuruh mamah untuk berbicara.
Ketahuan lah ternyata ayah mengalami PECAH PEMBULUH DARAH DI BAGIAN OTAK DAN
PECAHNYA PEMBULUH DARAHNYA CUKUP BESAR. Dokter langsung mengambil tindakan
untuk memasukan ayah ke ruang ICU saat itu juga. Mamah kaget, ingin menangis
tapi ditahan, karena mamah tau kalau ayah liat mamah nangis pasti ayah makin
sedih. Mamah pun segera mengurus administrasi sebelum ke ruang ICU dan saya
mendampingi ayah. Ayah sempat bertanya kepada saya, sakit apa ayah. Saya hanya
terdiam. Saya tau tapi saya pura-pura tidak tau.
Setelah mamah mengurus
administrasi, ayah langsung siap-siap dibawa ke ruang ICU. Ayah sempat bertanya
kepada mamah, akhirnya mamah menjelaskan bahwa ayah harus dirawat di ICU. Ayah langsung
kaget dan tidak bisa berbuat apa-apa, yang ayah inginkan hanya sembuh dan
kembali pulang ke rumah.